Jumat, 25 Januari 2013

Benih Kakao


Mengenal Lebih Jauh Klon Kakao SE

Klon Somatic Embryogenesis (SE), kini namanya begitu populer di kalangan pelaku perekbunan dan petani kakao nasional. Terlebih sejak pemerintah cq Kementerian Pertanian (Kementan) menggulirkan Gerakan Peningkatana Produksi dan Mutu Kakao Nasional atau Gernas Kakao pada tahun 2009 silam.

Walau banyak juga pihak yang meragukan keandalan produktivitas dari klon ini. Tapi sejak gerakan nasional yang meliputi peremajaan tanaman kakao yang rusak, rehabilitasi tanaman yang kurang baik, dan intensifikasi tanaman kakao yang kurang produktif ini, klon kakao unggul “ciptaan” Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslit Koka) Jember, Jawa Timur ini, telah menjadi satu-satunya bibit kakao yang paling direkomendasikan.

Sebab, selain diklaim mampu menghasilkan buah kakao yang lebih banyak dari klon lainnya, bibit kakao SE juga diyakini “kebal” terhadap hama atau penyakit utama pohon kakao, yaitu
Vascular Streak Dieback (VSD), Penggerek Buah Kakao (PBK), dan busuk buah (Phytophthora Palmivora) yang selama ini telah menjangkit dan merusak sebagian besar tanaman kakao di Indonesia.

Klon SE yang kini banyak dikembangkan di perkebunan kakao nasional, sebenarnya hasil riset yang dilaksanakan oleh Puslit Koka Jember sejak pertengahan tahun 2008. Klon SE merupakan proses dimana sel somatik yang ditumbuhkan dalam kondisi terkontrol berkembang menjadi sel embriogenetik. Setelah melewati serangkaian perubahan morfologi dan biokimia, sel ini selanjutnya berkembang dan menyebabkan pembentukan embrio somatik

Pembenihan Klon Kakao SE
Berbeda dengan embrio zigotik (hasil persilangan tanaman), perkembangan embrio somatik sangat mudah diamati, kondisi kultur sangat terkontrol dan embrionya dapat diperoleh dalam jumlah besar. Dengan demikian, SE akan memainkan peranan penting pada perbanyakan klonal kakao, karena secara genetik bersifat klonal dan secara morfologi bersifat normal. 

Di belahan dunia lain, teknik ini sebenarnya bukan barang baru. Karena telah lebih dulu dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Nestle (Nestle K&D Centre) Tours, Perancis. Lembaga itu mengembangkan teknik kultur in vitro kakao melalui SE dengan menggunakan media padat. 

Begitu juga dengan Equador, yang telah mengembangkan teknik tersebut dalam skala besar dan menguji secara langsung klon kakao SE di lapangan.

Ini lah yang kemudian dikembangkan di Puslit Koka Jember, setelah antara tahun 2006 – 2007 mendapatkan kesemopatan ditransfer teknologi dari negara itu, melalui pelatihan dan program pendampingan dalam proses produksi bibit. 

Tanaman kakao asal perbanyakan SE dicirikan dengan terbentuknya akar tunggang, adanya struktur jorket, dan sifat-sifat genetiknya sama dengan induk sumber eksplan (homogen). Untuk itu bahan tanam yang diperbanyak dengan teknik SE sangat menentukan sifat-sifat dari hasil perbanyakannya. Sifat-sifat unggul dari induk tanaman akan diturunkan sama persis kepada hasil perbanyakannya.

Dengan pertimbangan tersebut, maka program perbanyakan dengan teknik SE yang dilakukan oleh Puslit Koka Jember adalah menggunakan klon-klon kakao unggul, yang juga merupakan hasil pengembangan lembaga ini, seperti ICCRI 03, ICCRI 04, Sca 6, Sul 1, dan Sul 2.

Cepat Berbuah

Tapi yang namanya penemuan baru, rasanya belum ‘afdol’ jika dilakukan pembuktian atau pengujian di lapangan. Berdasarkan pengujian lapangan yang dilakukan Puslit Koka Jember, ditemukan bahwa klon kakao dengan teknik SE dapat tumbuh dan berbuah normal, seperti tanaman kakao hasil perbanyakan menggunakan teknik lainnya.

Kakao dari klon SE yang mulai berbuah
Tapi dibandingkan klon-klon lainnya, seperti perbanyakan tanaman asal benih, okulasi orthotrop, okulasi plagiotrop, ataupun setek, klon SE memiliki sejumlah keunggulan. Selain tajuk yang sempurna lengkap dengan jorquette, memiliki sistem perakaran tunggang, pertumbuhan seragam dan bersifat vigor serta relatif tahan kekeringan, klon SE juga mampu memproduksi buah lebih cepat 4 bulan dari bibit lain. Dan yang paling penting, produksi buahnya juga sangat tinggi.

Panen pertama pada klon SE ini sudah dapat dilakukan saat tanaman berumur 3 tahun setelah tanam), dengan produksi kakao hampir mencapai 500 kg per hektar per tahun. Atau lebih tinggi 500%, jika dibandingkan dengan produksi tanaman asal benih.

Produksi buah kakao asal SE juga dipastikan terus meningkat, seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Bahkan, produksinya diklaim dapat mencapai 1.137 kg per hektar per tahun, ketika tanaman kakao telah berumur 4 tahun setelah tanam.

Selanjutnya saat tanaman ber umur 5 tahun, produksi buahnya akan meningkat lagi menjadi 1.680 kg per hektar per tahun. Diperkirakan potensi produksi tanaman kakao dari klon SE ini bisa mencapai di atas 2 ton per hektar per tahun.

Setelah menlalui proses pengujian lapangan, dengan hasil yang sangat menggembirakan. Maka sejak itulah klon SE ini mulai diproduksi secara massal oleh Puslit Koka Jember, dengan memproduksi plantlet (tanaman kecil) pasca aklimatisasi atau yang sudah mampu sudah beradaptasi dengan lingkungan luar, untuk selanjutnya disalurkan kepada para penangkar bibit.***




1 komentar:

  1. asslamaualaikum.. maaf sebelumnya, apakah produk ini sudah diloby ke masyarakat.. dan dimanakah kita dpat mmperoleh bibit tersebut..?
    sya punya kebun kecil, sya sngat tertarik dan ingin mencoba membudidayakannya..
    terimakasih

    BalasHapus