Mengenal Lebih Jauh Klon Kakao SE
Klon Somatic
Embryogenesis (SE), kini namanya begitu populer di kalangan pelaku perekbunan
dan petani kakao nasional. Terlebih sejak pemerintah cq Kementerian Pertanian
(Kementan) menggulirkan Gerakan Peningkatana Produksi dan Mutu Kakao Nasional
atau Gernas Kakao pada tahun 2009 silam.
Walau banyak
juga pihak yang meragukan keandalan produktivitas dari klon ini. Tapi sejak
gerakan nasional yang meliputi peremajaan tanaman kakao yang rusak, rehabilitasi
tanaman yang kurang baik, dan intensifikasi tanaman kakao yang kurang produktif
ini, klon kakao unggul “ciptaan” Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslit Koka)
Jember, Jawa Timur ini, telah menjadi satu-satunya bibit kakao yang paling
direkomendasikan.
Sebab,
selain diklaim mampu menghasilkan buah kakao yang lebih banyak dari klon
lainnya, bibit kakao SE juga diyakini “kebal” terhadap hama atau penyakit utama
pohon kakao, yaitu
Vascular
Streak Dieback (VSD), Penggerek Buah Kakao (PBK), dan busuk buah (Phytophthora Palmivora)
yang selama ini telah menjangkit dan merusak sebagian besar tanaman kakao di
Indonesia.
Klon SE yang
kini banyak dikembangkan di perkebunan kakao nasional, sebenarnya hasil riset
yang dilaksanakan oleh Puslit Koka Jember sejak pertengahan tahun 2008. Klon SE
merupakan proses dimana
sel somatik yang ditumbuhkan dalam kondisi terkontrol berkembang menjadi sel
embriogenetik. Setelah melewati serangkaian perubahan morfologi dan biokimia,
sel ini selanjutnya berkembang dan menyebabkan pembentukan embrio somatik.
Pembenihan Klon Kakao SE |
Berbeda
dengan embrio zigotik (hasil persilangan tanaman), perkembangan embrio
somatik sangat mudah diamati, kondisi kultur sangat terkontrol dan embrionya
dapat diperoleh dalam jumlah besar. Dengan demikian, SE akan memainkan peranan
penting pada perbanyakan klonal kakao, karena secara genetik bersifat klonal
dan secara morfologi bersifat normal.
Di belahan
dunia lain, teknik ini sebenarnya bukan barang baru. Karena telah lebih dulu
dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Nestle (Nestle K&D
Centre) Tours, Perancis. Lembaga itu mengembangkan teknik kultur in vitro kakao
melalui SE dengan menggunakan media padat.
Begitu juga
dengan Equador, yang telah mengembangkan teknik tersebut dalam skala besar dan
menguji secara langsung klon kakao SE di lapangan.
Ini lah yang
kemudian dikembangkan di Puslit Koka Jember, setelah antara tahun 2006 – 2007
mendapatkan kesemopatan ditransfer teknologi dari negara itu, melalui pelatihan
dan program pendampingan dalam proses produksi bibit.
Tanaman
kakao asal perbanyakan SE dicirikan dengan terbentuknya akar tunggang, adanya
struktur jorket, dan sifat-sifat genetiknya sama dengan induk sumber eksplan
(homogen). Untuk itu bahan tanam yang diperbanyak dengan teknik SE sangat
menentukan sifat-sifat dari hasil perbanyakannya. Sifat-sifat unggul dari induk
tanaman akan diturunkan sama persis kepada hasil perbanyakannya.
Dengan
pertimbangan tersebut, maka program perbanyakan dengan teknik SE yang dilakukan
oleh Puslit Koka Jember adalah menggunakan klon-klon kakao unggul, yang juga
merupakan hasil pengembangan lembaga ini, seperti ICCRI 03, ICCRI 04, Sca 6,
Sul 1, dan Sul 2.
Cepat Berbuah
Tapi yang
namanya penemuan baru, rasanya belum ‘afdol’ jika dilakukan pembuktian atau
pengujian di lapangan. Berdasarkan pengujian lapangan yang dilakukan Puslit
Koka Jember, ditemukan bahwa klon kakao dengan teknik SE dapat tumbuh dan
berbuah normal, seperti tanaman kakao hasil perbanyakan menggunakan teknik
lainnya.
Kakao dari klon SE yang mulai berbuah |
Tapi
dibandingkan klon-klon lainnya, seperti perbanyakan tanaman asal benih, okulasi
orthotrop, okulasi plagiotrop, ataupun setek, klon SE memiliki sejumlah
keunggulan. Selain tajuk yang sempurna lengkap dengan jorquette,
memiliki sistem perakaran tunggang, pertumbuhan seragam dan bersifat vigor serta relatif tahan kekeringan, klon
SE juga mampu memproduksi buah lebih cepat 4 bulan dari bibit lain. Dan yang
paling penting, produksi buahnya juga sangat tinggi.
Panen pertama
pada klon SE ini sudah dapat dilakukan saat tanaman berumur 3 tahun setelah
tanam), dengan produksi kakao hampir mencapai 500 kg per hektar per tahun. Atau
lebih tinggi 500%, jika dibandingkan dengan produksi tanaman asal benih.
Produksi buah
kakao asal SE juga dipastikan terus meningkat, seiring dengan bertambahnya umur
tanaman. Bahkan, produksinya diklaim dapat mencapai 1.137 kg per hektar per
tahun, ketika tanaman kakao telah berumur 4 tahun setelah tanam.
Selanjutnya
saat tanaman ber umur 5 tahun, produksi buahnya akan meningkat lagi menjadi 1.680
kg per hektar per tahun. Diperkirakan potensi produksi tanaman kakao dari klon
SE ini bisa mencapai di atas 2 ton per hektar per tahun.
Setelah
menlalui proses pengujian lapangan, dengan hasil yang sangat menggembirakan.
Maka sejak itulah klon SE ini mulai diproduksi secara massal oleh Puslit Koka
Jember, dengan memproduksi plantlet (tanaman kecil) pasca aklimatisasi atau
yang sudah mampu sudah beradaptasi dengan lingkungan luar, untuk selanjutnya
disalurkan kepada para penangkar bibit.***
asslamaualaikum.. maaf sebelumnya, apakah produk ini sudah diloby ke masyarakat.. dan dimanakah kita dpat mmperoleh bibit tersebut..?
BalasHapussya punya kebun kecil, sya sngat tertarik dan ingin mencoba membudidayakannya..
terimakasih