Kamis, 28 Maret 2013

PITER JASMAN


Merintis Pembiakan Sapi di Kebun Kakao


MENDENGAR pengembangan peternakan sapi di perkebunan kelapa sawit atau yang dikenal dengan istilah ‘Integrasi Sawit Sapi’ bukan bukanlah hal yang asing bagi kalangan industri perkebunan. Tapi kalau ‘Integrasi Kakao Sapi’, ini tentu hal yang baru. Bahkan mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya.


Tapi nyatanya, pengembangan sapi di areal perkebunan kakao atau ‘Integrasi Kakao Sapi’ ini sudah lebih dulu di rintis oleh “Pakar Kakao” Piter Jasman melalui perusahaannya, yaitu PT Bumitangerang Mesindotama (PT BM). Proyek pengembangan sapi di kebun kakao ini dilaksankan bersama petani kakao yang menjadi binaan perusahaan di Bali.

Memang jumlah sapi yang dikembangkan di kebun-kebun kakao petani di Bali ini, jumlahnya belum lah terlalu banyak. Baru hitungan puluhan ekor. Tapi semangat dari pengembangan program ini adalah menciptakan ekosisten antara sapi dengan kebun kakao. Dimana, kulit buah kakao hasil panen dijadikan sebagai sumber makanan bagi sapi-sapi. Dan selanjutnya, kotoran yang dihasilkan oleh sapi-sapi tersebut dijadikan sebagai pupuk alami bagi tanaman kakao.

“Program tumpang sari kakao-sapi ini yang memang sekarang tengah kami bina kepada petani kakao di Bali. Jadi kulit luar buah kakao dipotong-potong dan dijadikan makanan sapi. Dan kotoran sapi dibalikin lagi untuk pohon kakao,” jelas Presiden Komisaris PT BM yang juga Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indinesia (AIKI) ini saat bincang-bincang dengan HORTUS Archipelago, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, dengan dilaksanakannya tumpang sari kakao-sapi ini, petani mendapatkan tiga keuntungan sekaligus. “Selain dapat menghasilkan kakao, para petani juga bisa menghasilkan sapi untuk dijual. Keuntungan lainnya, mereka juga tidak perlu lagi membeli pupuk bagi tanaman kakaonya, karena bisa diambil dari kotoran sapi,” papar pria kelahiran Jakarta, 26 April 1955 ini.

Keuntungan lain yang bisa didapatkan selanjutnya oleh para petani adalah, menurut Piter, mereka bisa mengembangkan perkebunan kakao organik, yang juga dapat menjadi nilai tambah atau mendongkrak harga biji kakao yang dihasilkan.

“Karena kalau tanaman organik, kan harganya pasti jauh lebih tinggi dari tanaman kakao yang non-organik. Ini juga tentu akan kembali memberi keuntungan bagi petani. Ini yang memang menjadi tujuan kami, bagaimana mendongkrak agar harga kakao bisa lebih tinggi,” papar Piter.

Piter menerangkan, dalam mengembangkan integrasi kakao-sapi ini, pihak perusahaan memberikan bantuan sapi kepada kelompok atau koperasi petani kakao, atau yang di Bali dikenal dengan istilah “Subak”.

Hingga saat ini, setidaknya terdapat 30 Subak petani kakao yang telah mejadi petani binaan PT BM. “Memang saat ini jumlah sapinya juga belum terlalu banyak. Karena belum semua Subak juga yang kita minta untuk mengembangkan tumpang sari kebun kakao dengan sapi ini. Tapi rencanya ini akan kami kembangkan terus,” jelas Piter lagi.

Karena dengan program ini juga, Piter berharap agar mampu menguatkan stabilitas petani, jika suatu waktu terjadi gejolak terhadap harga jual biji kakao. “Jadi kita harapkan, jika terjadi gejolak dan harga jual biji kakao menjadi sangat rendah, para petani binaan kami ini masih bisa bertahan dan tetap memproduksi biji kakao,” tambah dia.

Bagi PT BM, yang terkenal dengan produksi biji kakao olahan merk BT Cocoa ini, tentu sangat beralasan. Karena selama ini, perusahaan yang lokasi pabriknya berada di wilayah Tangerang, Banten ini sangat menggantungkan pasokan biji kakaonya dari petani. Dimana dari 90% pasokan biji kakao yang diperoleh dari petani, sebanyak 20%-nya adalah berasal dari petani di Jawa dan Bali.

Untuk tahun ini misalnya, dari target produksi sebanyak 110.000 ton biji kakao olahan yang dihasilkan perusahaan, 90% bahan bakunya tetap akan dibeli dari dari para petani di sentra-sentra kakao di Indonesia. Selain dari wilayah Jawa dan Bali, pasokan biji kakao itu juga akan dibeli dari petani kakao di Sulawesi dan Sumatera. Sementara 10%-nya, tetap akan diimpor dari Pantai Gading dan Ghana. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar