Kamis, 28 Maret 2013

Arie Malangjudo, Wadirut PT SEM


Berburu Induk Sawit 
Hingga Ke Amazon dan Afrika
BICARA pusat pembenihan kelapa sawit, pasti yang terlintas dalam pikiran kita adalah Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Sumatera Utara, Socfin, Lonsum atau produsen benih lain yang mayoritas berada di Sumatera. Selain itu, kecuali PPKS, hampir semua produsen benih sawit itu adalah juga merupakan pemilik perkebuanan kelapa sawit. 

Tapi sejak beberapa tahun terakhir, Pulau Jawa juga sudah memiliki sentra pembenihan kelapa sawit sendiri. Lokasinya berada dalam komplek Tman Wisata Buah Mekarsari di kawasan Cilengsi, Bogor, Jawa Barat. Produsennya dalah PT Sasaran Ehsan Mekarsari (PT SEM), yang merupakan anak usaha PT Mekar Unggul Sari, pengelola Taman Buah Mekarsari. 

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai bisnis pembenihan kelapa sawit yang dilakukan Grup Mekarsari ini, tim HORTUS Archipelago berkesempatan berkunjung dan mewawancarai langsung Wakil Direktur Utama (Wadirut) PT SEM Arie Malangjudo, yang didampingi salah seorang Direktur SEM Reza Tirtawinata, Direktur R&D SEM Grogori G. Hambali dan beberapa staf lainnya. Berikut nukilannya:  

Bisa dijelaskan bagaimana hingga Mekarsari akhirnya memutuskan untuk berbisnis pembenihan kelapa sawit sendiri?

Kita sih maunya bukan hanya sawit, tapi juga yang lain. Tapi kerena kita mengelola sawit, maka kita putuskan untuk membuat pembenihan kelapa sawit. Apalagi, kami didukung dengan koleksi tanaman sawit yang lengkap, yang sudah mulai dilaksanakan pada sekitar tahun 1992.

Tapi sebenarnya, kami baru memutuskan untuk mulai serius menggarap pembenihan kelapa sawit dalam waktu 10 tahun terakhir ini, atau sekitar tahun 2003. Dan induknya, kami pilih dari koleksi yang kami miliki tersebut.

Tapi kalau kita mungkin lebih low profile. Tapi yang pasti untuk mendapatkan benih unggul, kami mengirim orang keberbagai belahan dunia, seperti ke Amazon, Afrika dan yang lainnya. Karena menurut kami, makin banyak genetic base yang dimiliki, akan semakin bagus. 

Sementara kalau kita lihat selama ini di Indonesia, induk benihnya hanya berputar-putar pada empat klon yang ada di kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Padahal kalau mau jujur, jika ada orang menyebut punya varietas unggul dari Amerika Latin, kita sudah punya dari dulu. Cuma memang kita tidak mau ngomong saja. Olivera, kata orang bagus, kita sudah punya dari dulu.

Kalau boleh tahu, induk sawit apa saja yang saat ini dimiliki SEM?

Kalau ditanya jenisnya apa saja, rasanya induk sawit yang kita miliki paling lengkap dibanding yang lain. Kalau kita bicara varietas Olivera dari Afrika, yang sekarang banyak diminati orang, kita juga punya. Begitu juga dengan varietas Valgo, kita juga sudah punya dari dulu.

Dan yang perlu juga menjadi catatan, bahwa pohon induk yang kami miliki tersebut berada dalam satu lokasi. Bukan terpencar, seperti yang terjadi di perusahaan pembenihan lain. Jadi kalau ada orang yang menanyakan pohon induknya mana, kami bisa langsung menunjukannya. Karena memang telah kami kumpulkan dalam satu tempat.

Kalau dalam perkembangannya ada pohon induk yang masih berada di lokasi lain, maka akan kami pindahkan. Karenanya kami juga tengah mengkaji untuk membeli alat yang bisa digunakan untuk secara langsung memindahkan pohon induk, tanpa merusak struktur akarnya.

Berapa luas areal yang disiapkan untuk pengembangan pohon induk?

Saat ini luas lahan yang secara khusus kami kembangkan untuk pohon induk adalah 307 hektar. Sementara yang kapasitasnya sudah penuh, sebanyak 11 hektar, dimana tiap hektarnya terdapat 136 pohon induk. Satu pohon induk yang kami miliki, bisa menghasilkan antara 8.000 sampai 10 ribu biji per tahun. 

Memang tidak semua pohon koleksi yang kami miliki itu, dipilih sebagai pohon induk. Bisa dibilang ada pohon terpilih, dan ada yang tidak terpilih. Saat ini pohon inuduk yang kami tetapkan sebagai pohon terpilih, jumlah ada sekitar 800 pohon.

Apakah bisnis pembenihan kelapa sawit PT SEM ini akan berkompetitor dengan PPKS Medan atau pengembang benih sawit lain?

Saya rasa tidak. Karena kalau di benih sawit, tidak ada yang namanya persaingan. Yang ada justeru saling membangtu dan melengkapi. Agar sawit Indonesia bukan hanya dibanggakan menjadi nomor satu di dunia karena luas areal perkebunannya saja. Tapi juga dari segi produktivitasnya.

Apalagi di bisnis pembeihan ini, kita tidak bisa mengklaim lebih unggul dari benih yang dihasilkan produsen lainnya. Karena setiap beih punya spesifikasi tersendiri yang pada akhirnya akan sangat tergantung pada pengaplikasiannya di lapangan. Kalau aplikasinya tidak sesuai dengan yang seharusnya, ya hasilnya juga tidak akan seperti yang diharapkan. Karena semua kembali pada manajemen penanamannya. 

Kenapa baru sekarang fokus pada penjualan benih hasil pengembangan sendiri?

Karena ini kan baru di-launching pada bulan Februari 2012, setelah keluarnya surat ijin dari Kementerian Pertanian (Kementan). Karena taat azas, maka kita belum berani langsung jualan secara komersial. Kalau orang lain, mungkin sudah langsung gembar-gembor.

Sebab kami berprinsif, kalau ijinnya baru didapatkan bulan Februari, maka butuh waktu sekitar enam bulan untuk pohon indukan itu menghasilkan buah, setelah itu masih dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk diproses menjadi kecambah. Selain itu, karena pohon induknya diambil dari koleksi yang kami miliki, maka butuh waktu yang lama untuk bisa menghasilkan benih yang benar-benar unggul dan siap disalurkan ke masyarakat.

Setidaknya untuk menghasilkan benih yang benar-benar unggul, dibutuhkan waktu antara delapan sampai 15 tahun. Saat ini benih sawit yang kami pasarkan adalah varietas benih unggul yang diberinama SEU Supreme, yang merupakan persilangan dari pohon induk milik SEU.

Kalau boleh tahu, benih ini dihasilkan dari persilangan klon apa saja?

Benih ini sebenarnya merupakan persilangan dari berbagai klon. Karena kita ingin menghasilkan varietas yang punya banyak keunggulan. Bukan hanya produktivitasnya yang tinggi, tapi juga bis atahan dan berkembang dalam kondisi cekaman iklim. Terus terang, untuk menghasilkan varietas seperti ini, tentunya tidak bisa hanya dari persilangan satu atau dua klon saja. Untuk Supreme ini, setidaknya ada enam jenis klon yang kita silangkan. Ada Olivera-nya, ada Lame-nya dan lainnya.

Jadi bisa dibilang, benih ini blasteran. Karena dia hasil perkawinan dari berbagai berbagai klon. Kalau kita ibaratkan bintang film, bisa dibilang cantik lah. Karena induknya banyak, tapi yang utamanya adalah Deli Dura. Sementara kalau bapaknya, yang utama adalah Apros Pisifera.

Keunggulan dari verietas Supreme ini apa? Dan apakah sudah diujicobakan di lapangan?

Keunggulannya, yang jelas pohonnya pendek dan sudah mulai berbuah pada usia tanam dua tahun. Dari segi produktivitasnya buahnya, sebanarnya kita tidak pernah mendeklarasikan. Tapi dari pengalaman orang yang sudah menanam benih kami ini, kapasitasnya bisa mencapai 35 – 40 ton per hektar per tahun.

Untuk pengujian lapangan, kita sebenarnya sudah banyak. Karena sudah mulai dari tahun 1997. Ada yang di Sumatera, di Jambi, di Kalimantan Timur dan daerah lainnya. Tapi kebun yang menjadi percontohan kami ada di wilayah Kubu Raya, Kalimantan Barat. Disana kami punya tiga demplot di tempat terpisah yang total luasnya sekitar sembilan hektar.

Usia pohonnya saat ini baru sekitar 2,5 tahun, tapi sudah menghasilkan buah (Tandan Buah Segar/TBS) sekitar tujuh ton per hektar. Sementara di kebun lain di wilayah Kalimantan Timur, saat panen kedua totalnya sudah mencapai 18 ton per hektar.

Berapa banyak benih yang sudah siap untuk dipasarkan tahun ini?

Untuk tahun ini, kita targetkan sebanyak 6 juta benih. Tapi yang perlu juga kami sampaikan, dalam menjual benih ini, kami tidak sebatas pada menjual produk tapi juga memberikan pelayanan kepada pembeli. Karena sebagus apapun benih yang telah kita hasilkan, kalau aplikasi di lapangan tidak sesuai maka besar kemungkinan tidak sesuai harapan.

Karena itulah dalam penjualan benih ini, kami juga meberikan pelayanan berupa pendampingan kepada pelanggan. Kami kami ajarkan bagaimana cara menanamnya, cara merawatnya, dan lainnya. Kita juga buat demplot di lokasi tanam, sebagai perbandingan sekaligus untuk pelatihan.

Jadi intinya, yang kami lakukan dalam menjual benih ini terintegrasi. Mulai dari mengantar langsung benih kepada pembeli (sampai tingkat kabupaten/kota atau lokasi terdekat), hingga memberikan pendampingan dan pelatihan di lapangan. Ini juga kami lakukan untuk menghindari pemalsuan benih, yang saat ini sangat banyak terjadi di Indonesia ini.

Selain Supreme ini, apakah masih ada varietas benih lain yang saat ini tengah dikembnagkan SEM?

Rencananya kami juga akan mengembangkan benih sawit yang mampu hidup dan berproduksi dengan baik di wilayah sub-tropis. Untuk ini saya telah mem-push brider kami untuk mulai membuat riset dan mengkaji untuk mengembangkan benih sawit seperti ini. Karena terus terang ini merupakan peluang pasar yang sangat luar biasa. Seperti Cina, Kamboja, Vietnam dan lainnya.

Sampai saat ini progresnya bagaimana?

Kita memang untuk saat ini belum bisa ekspos, karena belum memberikan hasil yang terlalu menggembirakan. Tapi rencananya untuk ujicoba, benih ini nantinya akan kami tanam dulu di lereng gunung dengan ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut. Kebetulan Ibu (Almarhum Ibu Tien Suharto) punya lahan dengan ketinggian seperti itu. Rencananya, nanti akan kita coba tanam dulu di lokasi itu.

Apakah mungkin benih seperti ini bisa dibuat? 

Mungkin saja. Karena saat kami mem-push para brider untuk melakukan eksplorasi keberbagai tempat, kami meminta mereka untuk mencari pohon sawit yang aneh dan unik, yang tidak terdapat di di tempat lain atau di Indonesia. 

Kebetulan pada tahun 2010 lalu Pak Reza (Reza Tirtawinata, Direktur PT Sasaran Ehsan Mekarsari,red) saat berangkat ke Anggola bersama Konsorsium Sawit Indonesia untuk mencari pohon sawit yang aneh dan unik tersebut. Kebetulan saat itu, dari benerapa pohon sawit unik yang ditemukan juga ada yang tumbuh di ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut, dan bisa berbuah dengan baik. Pohon sawit tersebut kemudian diambil bijinya dan dibawa ke Mekarsari, untuk dibudidayakan yang selanjutnya akan dijadikan sebagai pohon indukan. 

Tapi untuk menghasilkan benih sawit yang unggul, tentu masih harus melalui proses persilangan dengan klon lain. Dan ini tentunya tidak bisa terjadi dalam waktu singkat, tapi butuh waktu dan pengujian yang panjang. Tidak bisa seperti main sulap, langsung jadi.

Karena tentu untuk menghasilkan benih yang bisa tahan dan berproduksi dengan baik di atas ketinggian itu, kita harus menciptakan benih sawit yang dapat tumbuh pada suhu rendah, misalnya di bawah 17 derajat. 

Apakah nantinya induk ini akan kita kawinkan dengan benih unggul Supreme atau yang lainnya, kami juga belum tahu. Kalau benih ini nantinya merupakan hasil persilangan dengan Supreme, tentu namanya bisa kita sebut Supreme Plus atau yang lainya. Tapi kalau berhasil, rencananya kami akan memberi nama benih unggul ini HMS, yang merupakan inisial nama mantan Presiden Soeharto (Haji Muhammad Soeharto).

Kami saat ini juga tengah melakukan kajian nuntuk menciptakan benih kelapa sawit yang saat tumbuh, riap pelepahnya lebih kecil. Karena dengan demikian, jumlah pohon yang ditanam dalam satu hektar bisa lebih banyak. Kalau selama ini rata-rata per hektar lahan hanya dapat ditanam sebanyak antara 136 sampai 146 batang pohon, tapi kami mencoba untuk menghasilkan benih yang dapat ditanam sebanyak 300 pohon dalam satu hektar.

Ini memang masih dalam kajian oleh tim ahli kami. Bagaimana agar bisa menghasilkan benih seperti itu. Ini tentu bukan pekerjaan ringan. Tapi kalau ini bisa berhasil, tentu kita tidak perlu ekspansi besar-besaran untuk menanam sawit. Dan ini juga akan menjadi solusi atas persoalan keterbatasan lahan yang saat ini kita hadapi.

Untuk harganya bagimana. Berapa harga yang ditetapkan SEM untuk benih SUE Supreme ini?

Kalau bicara harga, kita jual cukup mahal. Yaitu mencapai Rp10 ribu per biji. Tapi dengan cacatan, benih-benih tersebut akan kita antar langsung ke konsumen, sampai ke tingkat Kabupaten/Kota atau lokasi terdekat. 

Harga benih kita ini ada di tengah-tengah, yaitu di atas harga benih PPKS Medan dan di bawah harga benih Lonsum. Untuk saat ini, harga benih sawit Lonsum sekitar US$ 1,5 per biji, sementara harga benih PPKS Medan sekitar Rp 9.000 per biji.

Sejauh ini perusahaan apa saja yang telah membeli atau memasan benih SEU Supreme?

Untuk pembelian secara langsung sih belum ada. Karena resminya kan kami baru mulai jualan, sekitar bulan Desember 2012 lalu. Tapi kalau order pemesanan sudah ada beberapa, seperti perusahaan dari Kuwait untuk membangun perkebunan di Papua yang memesan 5 juta benih. Kemudian ada juga perusahaan dari Thailand sebanyak 800 ribu benih.

Selain itu juga ada kontrak pemesan lama yang belum kami tindaklanjuti, yaitu perusahaan dari Vietnam yang jumlahnya mencapai lima juta butir benih per tahun.
Kalau bisa dibilang, kebetulan yang sudah menyatakan tertarik untuk membeli benih kami ini kebanyakan perusahaan-perusahaan asing. Dan kebetulan pula, mereka unmumnya akan mengembangkan perkebunan kelapa sawit di kawasan Indonesia bagian timur.

Kalau kita bicara bisnis, menurut Anda bagaimana prospek bisnis pembenihan kelapa sawit ini?

Saya rasa peluangnya sangat terbuka. Karena berdasarkan laporan Kementerian Pertanian 
(Kementan), total benih yang diproduksi oleh seluruh produsen benih nasional sebanyak 70 juta butir. Walaupun sebenarnya, kapasitas produksi benih nasional dari seluruh produsen benih kita bisa mencapai 220 juta. Dari rencana total produksi tersebut, sudah hampir 30%-nya terserap oleh pasar. 

Jadi kalau kita lihat angka itu, kemungkinan jumlah kebutuhan benih nasional lebih besar lagi.
Selain pasar dalam negeri, prospek juga terbuka untuk pasar ekspor. Karena setiap tahun diberikan kuota ekspor benih sawit nasional yang jumlahnya mencapai 20% dari total produksi. Jadi peluangnya memang sangat bagus.

Apalagi di industri pembenihan ini juga kan tidak banyak pemainnya. Karena memang tidak banyak investor yang tertarik masuk ke bisnis pembenihan. Selain investasinya besar, juga membutuhkan waktu yang panjang untuk bisa menghasilkan satu varietas benih unggul.

Jadi jangankan bicara breack event point (BEP) atau balik modal, untuk menghasilkan satu benih unggul saja butuh waktu yang sangat panjang. Sangat berbeda dengan industri perkebunannya sendiri, yang mungkin saja dalam waktu delapan hingga 11 tahun sudah bisa untung. 

Tapi kalau dipembenihan, untuk bisa menghasilkan dan jualan satu varietas benih unggul saja setidaknya butuh waktu sekitar 17 tahun. Karena waktunya lebih banyak dihabiskan untuk riset dan pengembangan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar