Peternakan Sapi PTPN VI melalui program Integrasi Sawit Sapi |
MENGINTEGRASIKAN peternakan sapi dalam areal kebun
sawit, mungkin semua perusahaan perkebunan kelapa sawit bisa melakukannya. Tapi
mengoptimalkan pemanfaatan integrasi tersebut, belum tentu semua bisa
melakukannya.
Apalagi sampai menciptakan formulasi pakan sapi yang mampu
menekan biaya hingga 70% dan menghasilkan pupuk organik dari kotoran sapi kualitas
tinggi, tentu lebih sulit lagi.
Adalah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI (Persero) Jambi,
yang berhasil mengoptimalkan pengintergrasian peternakan sapi dalam kebun
kelapa sawitnya. Melalui program yang diberinama Integrasi Sapi Sawit (ISS)
ini, BUMN Perkebunan ini bukan hanya berhasil melakukan penggemukan dan
pembiakan sapi-sapinya –dengan formula pakan yang diciptakan sendiri, tapi juga
berhasil mengoptimalkan pemanfaatan kotoran sapi menjadi pupuk organik bernilai
tinggi yang sangat baik untuk pohon kelapa sawit.
“Ini yang kami sebut menciptakan ekosistem. Karena sumber
pakan sapi diambil dari pohon sawit, dan selanjutnya kotoran sapi yang telah
terbentuk menjadi kompos secara alami, dikembalikan lagi sebagai pupuk tanaman
sawit,” urai Iskandar Sulaiman, Dirut PTPN VI saat ditemui HORTUS Archipelago
di kantornya, di Jambi.
Dengan demikian, program peternakan sapi di tengah areal
perkebunan kelapa sawit ini benar-benar bisa dimanfaatkan secara optimal oleh perseroan.
Karena di satu sisi, kebutuhan pakan sapi dapat dipenuhi dengan sumber-sumber
yang diambil dari sawit, sementara di sisi lain, kebutuhan tanaman sawit akan
pupuk juga dapat dipenuhi dari air seni dan kotoran sapi yang telah direkayasa
secara organik.
Program integrasi sawit sapi yang dilaksanakan oleh PTPN VI,
bisa dibilang tergolong baru. Karena programnya sendiri baru dicetuskan saat Menteri
BUMN Dahlan Iskan menghadiri peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2012 pada awal
Februari lalu di Jambi. Gagasannya, karena dia prihatin dengan kondisi Indonesia
yang sangat tergantung dengan daging sapi impor, khususnya dari Australia.
Menteri BUMN Dahlan Iskan saat meninjau sapi-sapi PTPN V |
Karenanya, untuk mengurangi ketergantungan impor dan
mencapai swasembada daging pada tahun 2014, Dahlan mengusulkan agar
dilaksanakan program integrasi peternakan sapi dan kebun kelapa sawit, oleh
seluruh BUMN Perkebunan yang mengelola kebun kelapa sawit. Dan PTPN VI, yang
mengelola areal perkebunan kelapa sawit dengan luas 23.625,51 hektar mendapat
tugas untuk mengelola 10.000 ekor sapi di dalam area perkebunannya. Penugasan itu
tertuang dalam Surat Meneg BUMN No.S.240/MBU/2012 tertanggal 9 Mei 2012.
Mendapat “tugas negara” seperti ini, menurut Iskandar
Sulaiman, bukanlah perkara yang mudah. Apalagi, sebagai BUMN Perkebunan,
manajemen PTPN VI tentu saja tidak mempunyai pengalaman dalam urusan mengurus
sapi. Karenanya, untuk membantu kelancaran program ISS ini, pihaknya pun
mendatang ahli-ahli peternakan dari instansi lain.
Untuk urusan penggemukan dan
pakan misalnya, didatangkan ahli peternakan dari Dinas Peternakan, pakar petenakan
dari Universitas Jambi (Unja), dan Loka Penelitian Sapi Potong (Lolitsapi)
Grati. Sementara untuk urusan pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi,
bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.
Dan hasilnya, setelah sekitar 9 bulan pelaksanaan program
ISS tersebut, bukan hanya dihasilkan formulasi pakan sapi yang mampu memangkas
biaya pakan hingga mencapai 70%, tapi juga pupuk organik dari kotoran sapi yang
memiliki nilai jual tinggi.
“Ini tentu suatu terobosan yang sangat menggembirakan.
Karena formulasi pakan yang kami hasilkan, mampu meningkatkan penggemukan sapi
hingga mencapai 1 kg per hari. Di samping itu, juga menghasilkan pupuk organik
yang punya nilai jual tinggi dan sangat baik untuk diaplikasikan di tanaman
sawit,” papar Iskandar.
Sistem Kandang Koloni
Saat pertama kali memulai program ISS ini, PTPN VI membeli
sebanyak 50 ekor indukan dari ras sapi Bali. Tapi sampai saat ini, setidaknya
sudah ada 2.000 ekor dari jenis sapi Bali dan Peranakan Ongole (PO) yang
dipelihara oleh perusahaan. Bahkan hingga akhir tahun 2012, ditargetkan
sedikitnya ada 3.000 ekor sapi yang dikelola di lokasi ini.
30 ekor sapi ditempatkan dalam satu kandang secara koloni |
Memanfaatkan bangunan bekas pabrik pengolahan karet (CRF) dengan
luas sekitar 9,2 hektar di Desa Sebo, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten
Muaro Jambi (sekitar 60 km dari kota Jambi), sapi-sapi tersebut dipelihara
secara intensif dengan sistem kandang koloni. Dimana tiap kandang, berukuran 90
m2 ditempatkan 30 ekor sapi, dengan perhitungan 3 m2 untuk tiap 1 ekor sapi. Sehingga
walapun tidak digembalakan, sapi-sapi tersebut dapat bergerak bebas.
Dan untuk urusan pakan, menurut dia, pada umumnya sama
seperti yang diaplikasikan oleh peternakan sapi lain yang terintegrasi dengan
kebun sawit. Antara lain, pelepah sawit dan bungkil inti sawit. Untuk pelepah
sawit, diambil dari kebun unit Batang Hari yang jaraknya hanya sekitar 3 km
dari lokasi kandang.
Pelepah dan bungkil inti sawit tersebut, selanjutnya
dicampur dengan bahan-bahan lain, seperti onggok sisa penggilingan tapioka,
dedak hasil penggilingan padi, tetes tebu (molases) dan garam.
“Tapi selain
bahan-bahan pakan itu, kami juga menggunakan campuran lain sebagai sumber
nutrisinya. Dan bahan tambahan ini yang belum tentu orang lain tahu,” tambah
Irvan S.T, Kapala Urusan Perencanaan dan Analisa Proyek PTPN VI, tanpa bersedia
menyebutkan apa sumber nutrisi tambahan tersebut.
Pakan untuk sapi yang dirancang sendiri oleh Tim Ahli |
Dia hanya mengakui, untuk pakan sapi ini, setidaknya telah
dihasilkan 4 formulasi yang berbeda. Dimana pada formulasi terakhir (keempat),
ditargetkan mampu meningkatkan bobot per ekor sapi hingga mencapai 1 kg per
hari. “Formulasi ini memang masih dalam tahap penelitian oleh tim kami. Tapi sambil
berjalan, formula ini juga sudah mulai diberikan pada sapi-sapi kami,” tambah
pria yang setia mendampingi HORTUS selama berkunjung ke areal peternakan.
Menurut dia, pada formulasi sebelumnya atau yang ketiga,
telah terbukti mampu menghasilkan pertumbuhan bobot sapi hingga mencapai 0,8 kg
per hari.
Formulasi Pakan
No
|
Bahan Pakan
|
Komposisi
(%)
|
Komposisi Ideal
(%)
|
1
|
Cacahan Pelepah Sawit
|
60
|
Dalam tahap
pengujian
|
2
|
Bungkil Inti Sawit
|
25
|
|
3
|
Onggok/Ampas Bihun
|
8
|
|
4
|
Dedak Padi
|
5
|
|
5
|
Molases
|
1
|
|
6
|
Garam
|
1
|
Sumber: ISS PTPN IV
Memanfaatkan Sabut Kelapa
Sawit
Untuk menghasilkan pupuk organik dari kotoran sapi yang
bernilai jual tinggi dan bermanfaat untuk tanaman sawit, pun PTPN VI punya trik
sendiri. Yaitu dengan memanfaatkan sabut atau fiber kelapa sawit sisa proses
pemerasan minyak sawit.
Sabut-sabut kelapa sawit tersebut ditempatkan di lantai
kandang, sehingga dengan sendirinya akan bercampur dengan kotoran dan air seni sapi.
Selanjutnta proses pembuatan kompos secara alami itu di dibiarkan selama 3
bulan. Setelah itu, barulah kotoran dibersihkan dan langsung bisa digunakan
sebagai pupuk untuk pohon induk sawit.
Iskandar menuturkan, filosofi pembuatan pupuk organik secara
alami itu didasarkan pertimbangan dan pengalaman kandang-kandang sapi
masyarakat. Dimana kotoran sapi, air seni dan rumput sisa-sisa pakanya
bercampur secara alami dalam kandang.
“Karena pertimbangan itulah, makanya kami tidak membersihkan
kandang selama 3 bulan, sehingga terjadi percampuran kompos secara alami. Dan
ternyata, selain menghasilkan pukuk organik yang bagus, sistem ini juga sangat
efisien dalam pemakaian tenaga kerja. Karena cukup dengan satu orang pekerja,
dapat mengurus dan mengawasi antara 100 hingga 150 ekor sapi,” papar Iskandar.
Pemanfaatan fiber kelapa sawit ini, selain mampu
menghasilkan pupuk organik yang sangat berkualitas, ternyata juga membuat
kondisi kandang termenjadi tidak berbau, layaknya kandang-kandang sapi sejenis.
Bahkan bisa dibilang, lalat pun tidak banyak berada di areal kandang.
Penempatan sabut kelapa sawit sebagai dasar lantai kandang |
Untuk ini, pihak pengelola yang dikomandani oleh Musahar
sebagai Manager, mendesain beberapa bagian atap kandang dengan menggunakan
fiberglass, sehingga sinar matahari bisa langsung masuk ke dalam kandang.
Selain itu, sekeliling kandang juga dibiarkan terbuka, sehingga menghasilkan
sirkulasi udara yang baik. Penggunaan atap fiberglass dan sistem kandang
terbuka ini membuat lantai kandang—yang menjadi tempat proses alami pupuk
organik, tetap kering.
Namun demikian, untuk mengawasi kesehatan sapi-sapi
tersebut, PTPN VI juga menepatkan 2 orang tenaga kesehatan (dokter hewan), yang
merupakan petugas kesehatan hewan dari Dinas Peternakan Muaro Jambi dan staf
perusahaan sendiri.
Bahkan di lokasi ini juga terdapat “klinik” sapi, yang
memang dikhususkan menjadi tempat rehabilitasi bagi sapi-sapi yang mengalami
gangguan kesehatan. “Kalau ada sapi yang kurang sehat atau mengalami kecelakaan
karena berkelahi, maka kami rehabilitasi ditempat itu sehingga tidak mengganggu
sapi-sapi lain,” tutur Musahar.
Sapi-sapi h hasil program penggemukan melalui program ISS
yang dilakukan oleh PTPN VI ini, pemasarannya pun ternyata tidak sulit. Karena
pada Idul Adha yang baru lalu, perseroan berhasil menjual sebanyak 200
ekor kepada masyarakat. Bahkan ada
pedagang dari Batam yang memborong sebanyak 50 ekor untuk dibawa dan dipasarkan
di wilayah itu.
Karenanya, menurut Iskandar, dalam memasarkan sapi-sapi
hasil penggemukan di ISS ini, selain untuk kebutuhan di wilayah Jambi sendiri,
pihaknya juga berencana memasarkannya ke wilayah Riau Kepulauan khususnya
Batam.***