Orangutan Telah Menjadi Simbol Nasional
Orangutan, Primata yang menjadi Ikon Nasional |
Prof.Bungaran Saragih |
ORANGUTAN, kian hari habitatnya
makin terancam. Tak jarang pula ada orangutan yang mati dibunuh, karena
dianggap sebagai hama pengganggu tanaman. Padahal Undang-undang No. 5/1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem, dengan tegas melarang
warga negara untuk membunuh orangutan. Tapi tetap saja, masih banyak primata
yang merupakan salah satu ikon Indonesia ini yang menjadi korban pembunuhan.
Beruntung, kita punya Borneo Orangutan
Survival Foundation (BOSF). Dimana mantan Menteri Pertanian (Mentan) Profesor
Bungaran Saragih, duduk sebagai Ketua Pembinanya. Keberadaan organisasi non
pemerintah alias Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini, sedikit banyak telah
membawa perubahan pada nasib orangutan di Indonesia. Bahkan keberadaan yayasan
ini juga telah mendorong dan memotivasi banyak pihak untuk lebih peduli
terhadap nasib dan perlindungan orangutan.
Sayang, di tengah perjuangannya
melindungi dan menyelamatkan orangutan hutan dari aksi pembunuhan dan
perdagangan gelap, BOSF juga harus dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak mudah
untuk mendapatkan lahan hutan yang dapat digunakan untuk konservasi primate
itu.
Bahkan demi tersedianya lahan hutan
yang sesuai, lembaga itu harus membayar izin penggunaannya sebesar 1,4 juta
dolar AS, atas penggunaan lahan hutan seluas 86.450 hektar di Kalimantan
Timur.
"Ini ironis. Orangutan kan milik negara dan hutan juga milik negara, tapi kami harus membayar penggunaan lahan hutan untuk melestarikan orangutan. Padahal seharusnya negara yang menyediakan hutan untuk pelestarian orangutan ini,” tandas Guru Besar Universitas Pertanian Bogor (IPB) ini dalam sebuah kesempatan.
Padahal, untuk biaya konservasi dan
perawatan per oranguta saja, BOSF harus mengeluarkan dana mencapai 3.500 dolar
AS per tahun. Artinya, semakin banyak orangutan yang dirawat oleh BOSF, semakin
besar pula biaya yang harus dikeluarkan.
Sahabat Orangutan, sebutan bagi para relawan dan pengasuh orangutan |
“Dan ironisnya lagi, lembaga
konservasi dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut) justru membawa
orangutan-orangutan yang harus dirawat ke BOSF,” tambah dia. Selama ini,
biaya-biaya tersebut ditutup dengan dana yang diberikan oleh beberapa donor
asing.
Di luar itu, mantan Menteri Petanian (Mentan) era pemerintahan Presiden Abdurrahmad Wahid (Gus Dur) dan Presiden Megawati Soekarno Putri ini juga menilai, persoalan lain yang kerap menjadi persoalan dalam upaya pelestarian orangutan adalah sulitnya untuk kembali melepasliarkan primata tersebut.
Karena
umumnya, orangutan yang telah lama tinggal di lingkungan rehabilitasi, akan
sangat tergantung dengan manusia. Sehingga akan sangat sulit untuk beradaptasi
kembali dengan lingkungan atau hutan yang memang menjadi habitat mereka.
Padahal, lahan rehabilitasi juga memiliki daya tamping yang sangat terbatas.
Sementara di wilayah Sumatera, diperkirakan hanya tinggal tersisa sekitar 7.400 ekor orangutan Sumatera atau yang dikenal dengan nama Pongo abelli.
Saya sangat setuju dengan pendapat bapak Bungaran Saragih. Orang utan merupakan ikon indonesia, saya mohon pemerintah harus bertindak secepat mungkin untuk menjaga kelangsungan habitat orang utan..trims...
BalasHapus