JAKARTA-Febby Tumewa, pengamat kelistrikan dari Institute for Essential Services Reform (IESR) meminta pihak terkait untuk menyelidiki dugaan korupsi dalam pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan-3 di Desa Batu Mamak, Kabupaten Toba Samosir yang berpotensi merugikan negara Rp 15,3 miliar.
“Kalau memang ada indikasi kuat terjadinya korupsi dalam proyeik pembangkit berkekuatan 160 MW dengan investasi Rp 4,8 triliun itu, seharusnya aparat berwenang harus bergerak cepat untuk mengusut. Karena yang namanya korupsi tidak boleh ditolelir,” kata Febby.
Menurut dia, kalau dugaan atau indikasi korupsi pembebasan lahan tersebut menggunakan uang negara, BPKP bertindak cepat untuk menyelidikinya. Bahkan jika korupsi itu skalanya nasional dan melibatkan pejabat PLN, kasusnya bisa diselidiki oleh KPK.
“Apalagi dugaan korupsi ini sudah diberitakan di beberapa media lokal dan nasional, harusnya ini cepat direspon. Ini kan sudah bisa jadi bukti awal untuk segera dilakukan penyelidikan,” ucap dia.
Seperti diketahui, Indonesian Corruption Watch (ICW ) Tobasa mengindikasikan, telah terjadi mafia tanah yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 15,3 miliar dalam proyek PLTA Asahan-3.
Kerugian negara tersebut, disinyalir berasal dari pembebasan tanah di kawasan hutan lindung seluas lebih kurang 18 hektare di Kecamatan Meranti Pohan Kabupaten Toba Samosir yang dilakukan manajemen PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I kepada 323 warga. Padahal kawasan hutan lindung merupakan tanah negara, yang tidak boleh diperjualbelikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar